BERBURU HIKMAH DARI HARI RAYA KURBAN
Ajaran berkorban
sebenarnya telah dilaksanakan sejak awal sejarah kemanusiaan, yaitu oleh Habil dan Qobil, putra Nabi Adam. Kurban
Qobil ditolak, karena dilakukan tidak dengan hati yang ikhlas dan bukan harta
yang terbaik. Berbeda dengan itu adalah kurban yang dilakukan oleh Habil,
diterima oleh Allah. Habil mengorbankan hartanya yang terbaik dan dilakukan dengan penuh
keikhlasan.
Selanjutnya
ajaran kurban juga dilakukan oleh Nabi Ibrahim.
Peristiwa yang sangat dahsyat,
bahwa yang dikorbankan oleh Nabi Ibrahim adalah satu-satunya putranya,
yang sangat dicintai. Tugas berat itu dilaksanakan olehnya untuk memenuhi perintah Tuhan yang diterima
lewat mimpi. Keduanya, baik Ismail
maupun Ibrahim memenuhi perintah itu,
sekalipun tugas itu amat berat, karena
di luar batas-batas kemanusiaan.
Melihat sejarah
Habil dan Qobil hingga Ibrahim dan Ismail, maka rupanya kurban adalah menjadi pintu yang
harus dilalui untuk meraih derajat mulia di sisi Tuhan. Bahwa kemuliaan sejati
harus dibayar dengan cara berkorban dan bukan dibeli. Berkorban berbeda dengan
membeli. Berkorban adalah memberikan sesuatu miliknya yang terbaik yang
didasari oleh rasa ikhlas.
Kemuliaan
seseorang tidak bisa didapatkan dari cara
membeli, tetapi hanya bisa
diperoleh dari berkorban. Betapa mulianya berkorban sebenarnya juga bisa
ditangkap dari perjalanan hidup manusia di setiap waktu, tidak terkecuali pada
zaman sekarang ini. Orang-orang yang mau
berkorban akan selalu mendapatkan
kemuliaan. Para pahlawan bangsa hingga
nama mereka diingat, sejarah hidupnya
selalu dijadikan tauladan, dan kata-katanya
dijadikan pegangan hidup adalah karena pengorbanannya.
Pada saat sekarang ini, jiwa dan
kesediaan berkorban terasa semakin
hilang dan digantikan dengan kebiasaan bertransaksi, atau berjual beli.
Tidak sedikit pemimpin tatkala mendapatkan posisinya itu diperoleh dari berkorban, melainkan dari membeli atau bertransaksi, hingga muncul
istilah jual beli jabatan. Akibatnya, yang bersangkutan sama sekali tidak mendapatkan kemuliaan dari jabatannya
itu. Sebaliknya, justru menjadi nista,
yaitu dikejar-kejar kejaksaan, polisi
atau KPK dan akhirnya dipenjarakan.
Pada saat sekarang ini, di
tengah-tengah hiruk pikuk terjadinya berbagai penyimpangan, korupsi, manipulasi, dan berbagai mafia yang berakibat merendahkan
derajat kemanusiaan, maka para pemimpin
bangsa seharusnya segera menyeru untuk melakukan gerakan berkorban, dan bukan
bertransaksi. Bertransaksi, termasuk transaksi kekuasaan telah terbukti berakibat mensengsarakan dan bahkan diri
yang bersangkutan.
Sejarah Habil,
Ibrahim dan Ismail, bahkan juga sejarah
para pahlawan bangsa kita telah memberikan tauladan yang sangat mulia,
yaitu berkorban dari apa yang terbaik
dan dilakukan dengan ikhlas. Jika bangsa ini ke depan ingin mendapatkan
kemuliaan, maka tauladan itu harus dijalani.
Gerakan berkorban, harus dimulai
dari atas, yaitu dari semua kalangan elite bangsa. Sebaliknya, kebijakan berupa meningkatkan fasilitas para pejabat, termasuk berbagai
tunjangan, remunerasi yang akan
diterima, -------di tengah-tengah rakyat yang
belum sepenuhnya makmur seperti sekarang ini, maka perlu dihindari.
Di tengah-tengah
rakyat sedang mengalami kesulitan hidup seperti sekarang ini, mestinya para
pemimpin dan pejabat pemerintah,
bersedia berkorban. Gerakan
berkorban sebenarnya adalah juga sekaligus sebagai cara mudah, murah,
dan sederhana menghilangkan kebiasaan korupsi dan hidup serakah. Orang yang
terbiasa memberi atau berkorban akan menjauhkan diri dari hidup berlebih-lebihan, tamak, dan serakah.
Untuk
menghilangkan korupsi di negeri ini harus ada gerakan mengubah budaya. Yaitu
budaya menerima harus diubah
menjadi budaya memberi. Memberi atau
memposisikan tangan di atas akan selalu lebih mulia dari tangan di bawah,
apalagi diperoleh dengan cara mencuri
atau korupsi. Hari raya kurban yang
sebentar lagi tiba, harus dijadikan
momentum untuk memulai gerakan mulia itu. Wallahu a’lam ( Sumber . UIN Malang )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar